Mengampanyekan "Rantai Dingin" Daging Ayam Asuh

id , mengampanyekan rantai, dingin daging, ayam asuh

  Mengampanyekan "Rantai Dingin" Daging Ayam Asuh

Jakarta (Antarariau.com) - Kebutuhan akan makanan, minuman, dan juga obat-obatan yang

halal di dunia, saat ini sudah bukan sekadar bagi masyarakat Muslim,

namun juga terus dibutuhkan publik luas.

Dalam kaitan pengembangan kepariwisataan terkini, isu

mengenai apa yang disebut sebagai "Wisata Ramah Muslim" berkembang

pesat di sejumlah negara, di mana umat Islam jumlahnya tidak banyak.

Negara-negara di Asia, seperti Jepang, China, Thailand, Korea

Selatan, dan juga di wilayah Taiwan, terus "berlomba" untuk mengusung

konsep "Wisata Ramah Muslim" itu, untuk menjadikan daya tarik

masyarakat dengan penduduk Muslim besar untuk berkunjung.

Di kawasan Eropa, dan juga bahkan hingga ke Amerika, konsep

itu pun juga dikembangkan meski tidak secepat negara di Asia tersebut.

Secara umum, di dalam konsep "Wisata Ramah Muslim" itu, salah

satu unsurnya adalah kebutuhan akan makanan yang halal bagi pengunjung

Muslim.

Dalam satu kesempatan konferensi pers "Korea Travel Fair"

2018 di Jakarta, Direktur Korea Tourism Organization (KTO) Andrew

Jonghoon menyatakan sudah dua tahun terakhir negeri "Ginseng" itu

membidik segmen wisatawan Muslim, sehingga sudah menyiapkan dan

membangun infrastruktur, baik rumah makan halal maupun tempat

ibadahnya.

Pandangan Islam tentang makanan, secara prinsip bertumpu pada

makanan yang halal dan baik (halalan thoyyiban) sesuai perintah Allah

SWT melalui Al Quran, surat Al Maidah ayat 88 yang artinya: "...dan

makanlah makanan yang halal lagi baik (thayib) dari apa yang telah

direzekikan kepadamu dan bertaqwalah kepada Allah dan kamu beriman

kepada-Nya".

Maknanya adalah Allah SWT memerintahkan untuk memakan makanan

yang bukan cuma halal, tapi juga baik (halalan thoyyiban) agar tidak

membahayakan tubuh kita.

Sehubungan dengan pentingnya kesehatan, keamanan dan

kehalalan pangan, Pusat Darurat untuk Penyakit Hewan Lintas Batas

(Emergency Centre Fot Transboundary Animal Diseases) Badan Pangan dan

Pertanian PBB (FAO) atau FAO-ECTAD, pada awal Oktober 2018 melakukan

sosialisasi dan pembinaan mengenai pentingnya biosekuriti kepada

pelaku usaha perunggasan di kawasan Jabodetabek.

Communication Officer FAO ECTAD Indonesia Meita Annisa

menjelaskan bahwa selain melakukan peningkatan kesadaran mengenai

biosekuriti, dalam kegiatan itu juga dilakukan sosialisasi mengenai

daging ayam yang aman, sehat, utuh, dan halal (ASUH).

Kampanye ini bertujuan untuk memberikan informasi kepada

masyarakat mengenai manfaat dan kelebihan daging ayam yang ASUH.

FAO ECTAD merupakan pusat darurat yang didirikan tahun 2004,

untuk secara khusus membantu negara-negara anggota FAO dalam merespons

krisis penyakit kesehatan hewan lintas wilayah.

Tingginya ancaman virus Highly Pathogenic Avian Influenza (HPAI)

membawa FAO ECTAD ke Indonesia tahun 2006. Sejak itu, FAO ECTAD

Indonesia telah bekerja sama dengan Kementerian Pertanian untuk

meningkatkan kapasitas dan kemampuan Pemerintah Indonesia dalam

mengendalikan HPAI.

FAO ECTAD terus mendukung upaya pengendalian HPAI dan penyakit

endemis lainnya, seperti rabies dan anthrax.

Selain itu, FAO ECTAD juga berfokus pada ancaman kesehatan global

yang baru atau yang muncul kembali, yang "berpindah" ke manusia

melalui populasi hewan, termasuk ebola, MERS-CoV dan zika.

"Rantai Dingin"

Menurut Diah Nurhayati, dari Direktorat Masyarakat Veteriner

Kementerian Pertanian, meskipun kampanye terus dilakukan, namun masih

ada tantangan yang dihadapi, terutama pemahaman masyarakat mengenai

"rantai dingin" daging ayam ASUH.

Pada daging ayam ASUH, katanya, segera setelah disembelih,

ayam harus langsung dicuci dengan air bersih, didinginkan dan

dibungkus plastik hingga sampai ke tangan konsumen.

Hal ini untuk mencegah daging ayam terkontaminasi bakteri dan virus.

Selain berfungsi menghindarkan penyakit, proses "rantai dingin"

ini juga bisa memperlambat pembusukan daging.

"Jadi jangan sampai menggunakan formalin untuk mengawetkan daging," katanya.

Diah menegaskan bahwa pedagang dan konsumen saat ini masih

berpikir bahwa lebih bagus menjual dan membeli daging ayam yang tidak

beku, karena dianggap tidak segar.

"Persepsi ini harus diubah. Karena rumah potong hewan unggas

yang menghasilkan daging ayam ASUH, apalagi yang sudah bersertifikasi

Nomor Kontrol Veteriner (NKV) memberikan jaminan keamanan pangan

kepada konsumen," katanya.

Ia merinci bahwa daging ayam ASUH memiliki kelebihan, antara

lain tidak mengandung bahaya biologis, kimiawi, dan bahan lain yang

mengganggu kesehatan (aman).

Selain itu, mengandung nutrisi (sehat), tidak dikurangi atau

dicampur dengan bahan lain (utuh), dan disembelih dan ditangani sesuai

syariat agama Islam (halal).

Karena itu, upaya mengampanyekan ayam ASUH masih terus

dilakukan agar masyarakat mendapatkan informasi yang benar dan lebih

paham mengenai produk daging ayam yang sehat dan berkualitas tinggi.

Sedangkan penasihat teknis nasional FAO, Gunawan Budi Utomo

menjelaskan FAO sendiri telah mendukung kampanye pemerintah Indonesia

mengenai daging ayam ASUH sejak tahun 2010.

"Hingga saat ini kampanye tersebut harus terus berjalan karena

memang masih banyak masyarakat yang belum tahu keuntungan daging ayam

ASUH. Padahal banyak manfaatnya untuk kesehatan manusia," katanya.

Menurut Kepala Pusat Riset dan Pengembangan Produk Halal

(PRPPPH) Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Dr Mustofa Helmi

Effendi pengakuan halal atas produk makanan, obat, dan kosmetik

merupakan isu yang serius.

Di sisi lain, pengakuan halal juga menjadi keunggulan dari

suatu produk yang selalu dipromosikan kepada masyarakat.

Oleh Andi Jauhary