Kejaksaan Tinggi Riau Kembali Terima SPDP Kasus Korupsi Pipa Transmisi

id kejaksaan tinggi, riau kembali, terima spdp, kasus korupsi, pipa transmisi

Kejaksaan Tinggi Riau Kembali Terima SPDP Kasus Korupsi Pipa Transmisi

Ilustrasi

Pekanbaru, (Antarariau.com) - Kejaksaan Tinggi Riau kembali menerima surat pemberitahuan dimulainya penyidikan baru dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi pemasangan pipa transmisi di Kabupaten Indragiri Hilir.

Kepala Seksi Hukum dan Humas Kejati Riau, Muspidauan di Pekanbaru, Rabu menjelaskan dalam surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) itu disebutkan ada penambahan tersangka baru dalam penyidikan yang dilakukan oleh Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Riau.

Akan tetapi, dia mengatakan dalam SPDP itu, penyidik Polda Riau tidak mencantumkan nama tersangkanya.

"Benar, kita terima satu SPDP lagi dari Polda Riau medio Agustus lalu," katanya.

Sebelum ini, Polda Riau diketahui juga telah mengirimkan dua SPDP pada Juni 2018 lalu. Namun dari dua SPDP terdahulu itu, Polda Riau juga belum mencantumkan nama tersangka dalam kasus dugaan korupsi senilai Rp3,4 miliar tersebut.

"Ketiga SPDP itu belum mencantumkan nama tersangka," ujar mantan Kasi Perdata dan Tata Usaha Negara (Datun) Kejari Pekanbaru ini.

Sementara itu, dari informasi yang diperoleh, Polda Riau telah menetapkan sejumlah tersangka dalam perkara itu. Diantaranya adalah pihak kontraktor berinisial HA dan konsultan pengawas berinisial SY.

Selain itu, ada dua orang lagi yang sudah ditetapkan sebagai tersangka. Yakni, Sabar Stevanus P Simalonga selaku Direktur PT Panatori Raja yang merupakan pihak rekanan dan Edi Mufti BE selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).

Terbitnya tiga SPDP tanpa nama tersangka tersebut kata Mispidauan, berdasarkan petunjuk jaksa terkait berkas perkara dua tersangka Stevanus P Simalonga dan Edi Mufti.

"Dalam petunjuk kita itu, dinyatakan adanya keterlibatan pihak lain yang turut bertanggung jawab dalam perkara ini," katanya.

Sebelumnya, Direktur Reserse Kriminal Khusus (Direskrimsus) Polda Riau, Kombes Pol Gidion Arif Setiawan juga belum mau menyebutkan tersangka yang baru ditetapkan itu. Tapi dia membenarkan adanya penambahan tersangka.

Dalam proses penyidikan di Polda Riau, penyidik meyakini keterlibatan kedua tersangka dalam penyimpangan yang mengakibatkan potensi kerugian negara Rp1 miliar lebih itu.

Selain itu, dalam penyidik juga pernah melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi, termasuk Wakil Bupati Bengkalis, Muhammad, yang dalam proyek tersebut menjabat sebagai Kepala Bidang (Kabid) Cipta Karya Dinas Pekerjaan Umum (PU) Provinsi Riau saat itu.

Dugaan korupsi ini berawal dari laporan sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Proyek milik Bidang Cipta Karya Dinas PU Provinsi Riau tahun 2013 ini, menghabiskan dana sebesar Rp3.415.618.000. Proyek ini ditengarai tidak sesuai spesifikasi.

Dalam laporan LSM itu, Muhammad, yang saat itu menjabat Kabid Cipta Karya Dinas PU Riau tahun 2013, diduga tidak melaksanakan kewajibannya selaku Kuasa Pengguna Anggaran proyek pipa tersebut.

Selain itu, LSM itu juga menyebut nama Sabar Stavanus P Simalonga selaku Direktur PT Panatori Raja, dan Edi Mufti BE selaku PPK, sebagai orang yang bertanggung jawab dalam dugaan korupsi ini.

Dalam kontrak pada rencana anggaran belanja tertera pekerjaan galian tanah untuk menanam pipa HDPE DLN 500 MM PN 10 dengan volume sepanjang 1.362,00. Ini berarti galian tanah sedalam 1,36 meter dan ditahan dengan skor pipa kayu bakar sebagai cerucuk. Galian seharusnya sepanjang dua kilometer.

Pada lokasi pekerjaan pemasangan pipa, tidak ditemukan galian sama sekali, bahkan pipa dipasang di atas tanah. Selain itu, pada item pekerjaan timbunan bekas galian juga dipastikan tidak ada pekerjaan timbunan kembali karena galian tidak pernah ada.

Pekerjaan tersebut dimulai 20 Juni 2013 sampai dengan 16 November 2013, sementara pada akhir Januari 2014 pekerjaan belum selesai. Seharusnya kontraktor pelaksana PT Panotari Raja diberlakukan denda keterlambatan, pemutusan kontrak dan pencairan jaminan pelaksanaan.

Namun Dinas PU Riau tidak melakukan denda, tidak memutus kontrak dan tidak mencairkan jaminan pelaksanaan. Dinas PU Riau diduga merekayasa serah terima pertama pekerjaan atau Provisional Hand Over sebagaimana tertuang dalam Berita Acara Serah Terima Pertama Pekerjaan/PHO Nomor: 0/BA.ST-I/FSK.PIPA.TBH.XII/2013 tanggal 13 Desember 2013.

Akibat tidak dilakukannya pekerjaan galian tanah, tidak dilakukannya penimbunan kembali galian tanah atau pekerjaan tidak dilaksanakan namun pekerjaan tetap dibayar, negara diduga telah dirugikan Rp700 juta.

Denda keterlambatan 5 persen dari nilai proyek sama dengan Rp170.780.900 dan jaminan pelaksanaan 5 persen dari nilai proyek juga Rp170.780.900. Diperkirakan total potensi kerugian negara Rp1.041.561.800.